karir

Apakah Kamu Sedang Merusak Kariermu Sendiri

Apakah Kamu Sedang Merusak Kariermu Sendiri? Dari pengalaman saya bekerja dengan ribuan pemimpin di seluruh dunia selama dua dekade terakhir, saya menyadari bahwa banyak dari mereka sebenarnya justru menghancurkan karier mereka sendiri.

Setiap hari, mereka mendapatkan hasil yang salah, atau bahkan ketika mendapatkan hasil yang benar, mereka mencapainya dengan cara yang salah.

Yang menarik, mereka sendiri yang memilih untuk gagal. Mereka secara tidak sadar sedang menyabotase karier mereka sendiri.

Kenapa bisa begitu? Karena mereka melakukan kesalahan besar dalam cara berkomunikasi sebagai pemimpin. Mereka lebih sering berbicara lewat presentasi dan pidato, bukan melalui Leadership Talk (pembicaraan kepemimpinan).

Dari segi pengaruh terhadap karier, perbedaan antara presentasi/pidato dan Leadership Talk ibarat perbedaan antara kilat dan kunang-kunang.

Pidato dan presentasi hanya menyampaikan informasi. Sementara itu, Leadership Talk bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membangun koneksi emosional yang mendalam dengan audiens.

Kenapa Koneksi Emosional Itu Penting dalam Kepemimpinan?

Coba pikirkan, tugas utama seorang pemimpin adalah mendapatkan hasil. Secara umum, ada dua cara untuk mencapai itu:
1. Memerintahkan orang untuk bergerak dari titik A ke titik B.
2. Membuat orang ingin bergerak dari titik A ke titik B.

Jelas, pemimpin yang bisa membuat orang ingin bertindak jauh lebih efektif daripada pemimpin yang hanya memberi perintah.

Dan cara terbaik untuk membangun rasa ingin itu adalah dengan berkomunikasi secara emosional, bukan hanya sekadar menyampaikan informasi.

Itulah yang dilakukan dengan Leadership Talk.

Contoh Leadership Talk
Ketika Winston Churchill berkata, _“We will fight on the beaches…”_ (Kita akan bertempur di pantai…), itu adalah Leadership Talk.

Ketika John F. Kennedy berkata, _“Ask not what your country can do for you…”_ (Jangan tanyakan apa yang bisa negara berikan padamu…), itu adalah Leadership Talk.

Ketika Ronald Reagan berkata, _“Mr. Gorbachev, tear down this wall!”_ (Pak Gorbachev, robohkan tembok ini!), itu adalah Leadership Talk.

Leadership Talk tidak hanya milik pemimpin besar dalam sejarah. Pemimpin dalam organisasi juga berbicara 15-20 kali sehari, baik dalam rapat formal maupun obrolan santai. Jika setiap interaksi itu dilakukan dengan Leadership Talk, maka efektivitas mereka sebagai pemimpin akan meningkat drastis.

Bagaimana Cara Membuat Leadership Talk?

Tentu saja, ini tidak mudah. Leadership Talk bukan sekadar berbicara asal-asalan. Butuh latihan, pengalaman, dan strategi yang matang. Bahkan Winston Churchill, yang dikenal sebagai orator hebat, menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mempersiapkan “pidato spontan”-nya.

Tapi ada tiga pertanyaan utama yang harus kamu tanyakan sebelum memberikan Leadership Talk. Jika jawabanmu “tidak” untuk salah satu dari pertanyaan ini, maka kamu belum bisa memberikan Leadership Talk. Mungkin kamu bisa memberi pidato atau presentasi, tapi bukan Leadership Talk.

1. Apakah Kamu Tahu Apa yang Dibutuhkan Audiens?

Winston Churchill pernah berkata, _“Kita harus menghadapi fakta, atau fakta itu akan menusuk kita dari belakang.”_

Saat kamu ingin memotivasi orang, yang paling penting adalah memahami realitas mereka, bukan realitasmu.

Banyak pemimpin berpikir bahwa kebutuhan mereka adalah yang utama. Mereka hanya fokus pada target perusahaan atau visi pribadinya. Ini tidak masalah jika kamu hanya ingin memerintah. Tetapi jika kamu ingin memotivasi orang, kamu harus memahami kebutuhan dan perspektif mereka.

Saya menyebutnya “bermain di lapangan mereka”. Jika kamu ingin memotivasi seseorang, kamu harus berbicara dari sudut pandang mereka, bukan hanya dari sudut pandangmu.

2. Apakah Kamu Benar-Benar Percaya pada Apa yang Kamu Katakan?

Tidak ada yang mau mengikuti pemimpin yang setengah hati. Jika kamu sendiri tidak yakin dengan apa yang kamu katakan, orang lain juga tidak akan percaya.

Namun, sekadar termotivasi sendiri tidak cukup. Pertanyaannya adalah: Bisakah kamu mentransfer motivasimu ke orang lain?

Saya menyebutnya Motivational Transfer (Transfer Motivasi). Ini adalah salah satu faktor terpenting dalam kepemimpinan, tapi sering diabaikan.

Ada tiga cara untuk mentransfer motivasi:
1. Menyampaikan Informasi → Kadang-kadang, informasi saja sudah cukup memotivasi orang. Contoh: Banyak orang berhenti merokok setelah mengetahui dampak buruknya.
2. Memberikan Logika yang Masuk Akal → Orang harus memahami alasan di balik sebuah tindakan. Contoh: Banyak perokok berhenti karena mereka paham bahwa berhenti merokok membuat hidup lebih sehat.
3. Membagikan Pengalaman Pribadi → Ini adalah cara yang paling kuat. Jika pengalamanmu bisa membuat orang merasakan hal yang sama, mereka akan lebih tergerak untuk bertindak.

Coba pikirkan kembali masa sekolahmu. Apa yang lebih kamu ingat? Teori dari buku atau pengalamanmu bersama guru dan teman-teman? Biasanya, pengalamanlah yang paling berkesan.

Salah satu teknik yang bisa kamu gunakan adalah Defining Moment Technique (Teknik Momen Berharga). Ini berarti kamu harus berbagi pengalaman pribadimu dengan fokus yang tajam, lalu menghubungkannya dengan kebutuhan audiens.

Tapi ada satu rahasia: Pengalaman itu harus memberikan solusi bagi kebutuhan mereka. Jika tidak, mereka hanya akan berpikir bahwa kamu sedang bercerita tentang dirimu sendiri, bukan tentang mereka.

3. Apakah Kamu Bisa Membuat Audiens Bertindak dengan Benar?

Hasil tidak akan terjadi tanpa tindakan. Yang terpenting dalam komunikasi kepemimpinan bukanlah apa yang kamu katakan, tetapi apa yang orang lain lakukan setelah mendengar kata-katamu.

Sayangnya, banyak pemimpin gagal di tahap ini. Mereka mungkin bisa membuat orang bertindak, tapi sering kali dengan cara yang salah, di waktu yang salah, atau untuk hasil yang salah.

Salah satu penyebab utama kegagalan ini adalah mereka tidak tahu bagaimana memberikan Call-to-Action yang kuat dalam Leadership Talk.

Kata “Call” berasal dari bahasa Inggris kuno yang berarti “berteriak”. Call-to-Action berarti “teriakan untuk bertindak”. Ini harus memiliki unsur urgensi dan kekuatan.

Namun, banyak pemimpin melakukan tiga kesalahan besar dalam Call-to-Action:
1. Menganggap Call-to-Action sebagai perintah → Leadership Talk bukan sekadar memberi perintah.
2. Menganggap Call-to-Action sebagai milik pemimpin → Call-to-Action yang terbaik adalah yang muncul dari diri audiens sendiri. Mereka harus termotivasi untuk bertindak tanpa dipaksa.

Banyak pemimpin yang tanpa sadar merusak karier mereka sendiri karena mereka hanya memberikan pidato dan presentasi, bukan Leadership Talk.

Kamu bisa meningkatkan kariermu dengan memahami kekuatan Leadership Talk. Sebelum berbicara, tanyakan tiga hal ini:
1. Apakah kamu tahu kebutuhan audiens?
2. Apakah kamu benar-benar percaya pada apa yang kamu katakan?
3. Apakah kamu bisa membuat audiens bertindak dengan benar?

Jika jawabannya masih “tidak”, jangan khawatir. Gunakan pertanyaan-pertanyaan ini sebagai batu loncatan, bukan hambatan. Terus berlatih hingga kamu bisa menjawab “ya” untuk ketiga pertanyaan ini.

Saat kamu berhasil melakukannya, kamu akan mulai mendapatkan hasil yang tepat dengan cara yang tepat secara konsisten.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *